MAKASSARMETRO — Baju koko merupakan busana yang sering dikenakan pria muslim di Indonesia, saat melakukan aktivitas keagamaan. Sehingga tak heran trend baju koko seiring dengan waktu mengalami perkembangan.
Bahkan tidak jarang ketika memasuki bulan suci Ramadhan dan menjelang perayaan hari raya idul fitri para pedagang baju koko menjamur, serta penjualannya juga meningkat pesat dibanding hari-hari lain.
Kendati baju koko telah menjadi tradisi yang sudah melekat sejak lama pada masyarakat, namun tidak banyak yang mengetahui asal-usul serta sejarah baju koko.
Baju ini pertama kali dibawa orang Tionghoa saat pertama kali datang ketanah Batavia di abad ke-17. Awalnya pakaian tersebut dinamakan Thui-Khim yang juga busana turun-temurun.
Model baju itu identik hanya diisi sedikit kancing dibagian atas saja, layaknya baju koko kebanyakan yang dijumpai sekarang. Kemudian oleh warga betawi mengadopsinya lalu dipadupadankan celana batik.
Sampai abad ke-20, masih banyak pria Tionghoa yang ada di Indonesia memakai baju Thui-Kim serta celana yang longgar sebagai outfit kesehariannya. Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia, anak muda peranakan Tionghoa berhenti mengenakannya.
Anak muda Tionghoa kala itu, menilai busana Thui-Khim kuno dan beralih mengenakan stelan berjas. Meski peranakan Tionghoa meninggalkan baju Thui-Khim, akan tetapi tidak untuk masyarakat Betawi yang sudah terbiasa menggunakannya.
Sedangkan pemberian nama koko sendiri diadopsi melalui penyebutan kakak laki-laki yang dalam bahasa madarinnya adalah koko. Maka hingga sekarang baju Thui-Khim lebih dikenal sebagai baju koko.
Kebenaran literasi mengenai baju koko dapat ditemui melalui Novel Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khilafah karya budayawan Betawi bernama Remy Sylado. Pada bukunya, Remy menjelaskan asal muasal penyebutan baju koko dari baju Shi-Jui yang mirip piama dan dipakai oleh orang Cina.
“Baju logro bahan sutra putih yang biasanya disebut shi-jui. Karena yang memakainya dipanggil engkoh-engkoh, yakni sebutan umum bagi lelaki Cina, maka baju ini pun disebut baju engkoh-engkoh. Dieja bahasa Indonesia sekarang menjadi baju koko,” disebut pada novel karya Remy yang diterbitkan pada 2008.
Pasar Maricaya Jadi Titik Blusukan, Rezki Bawa Program SEHATI untuk Pedagang Kecil
Sabtu, 12 Oktober 2024 15:11Makassar International Jetski Championship 2024, Arwin Azis Dukung Sport Tourism di Makassar
Sabtu, 12 Oktober 2024 15:09Didampingi Ketua DPRD Makassar, Rezki Gaungkan Perubahan Nyata di Wilayah Tamalanrea
Jumat, 11 Oktober 2024 20:40Ilham Arief Sirajuddin Titip Program kepada Andi Seto
Jumat, 11 Oktober 2024 13:55Kunjungan ke KPU Makassar, Pjs Wali Kota Pastikan Kesiapan Pilkada 2024
Jumat, 11 Oktober 2024 13:36Mantan Wakil Bupati Amiruddin Siap Menangkan DIA di Enrekang
Jumat, 11 Oktober 2024 13:31Warga Rusun di Mariso Bertekad Pilih Seto-Rezki: Pengalaman dan Rekam Jejak Terbukti
Jumat, 11 Oktober 2024 07:46